Diskusi Biru

apa-apa untuk siapa saja, selalu dari sang Nona :)

23 September 2022

Berjejak

 Chapter Twenty Two

     who were you

       before they broke your heart?

 

 

Suatu malam,

aku berkendara dengan tiap sisa-sisa asa dari malam-malam kemarin. Sendiri saja. Membelah angin yang mengarahkanku kesana dan kemari. Mataku memandangnya buram, seluruh cahaya yang mengiringi perjalanan. Suasana yang tak pernah terasa asing, kini kembali menemaniku.

Di malam-malam kemudian, kucoba sapa satu per satu bayanganku dengan senyuman. Di sudut kota itu, kala angkara dibasuhi hujan deras sampai ia luruh. Di bawah jagat sarwa, mengharap bintang jatuh yang kemudian bisikkan doa bukan air mata. Di pinggiran lipatan jingga yang hampir terlewati pada suatu sore yang membahagiakan. Tapi bagian yang paling kusuka adalah ketika berbincang dengan binar matamu di bawah sinar rembulan.

Dan malam ini hanya tersisa aroma benang raja yang masih mendebarkan sanubari.

 

Tapi di suatu pagi,

aku bukanlah aku yang itu.

Saling tabrak melawan arah angin yang malas tuk berhembus, tak membawaku kemana-mana. Tanpa cahaya ku sudah terbiasa, tanpamu juga. Hanya terdiam, di bawah langit-langit yang kaku. Mengawang. Dunia yang ada di dalam kepala terasa jauh lebih luas dari dunia yang membentang luas cakrawala. Sempat lupa tuk kembali menapak, hingga tiba-tiba jatuh dan terluka. Beribu biru. Yang merah sepertinya sudah lama pecah, bagai bunga api yang panas semakin mengecil, kecil, dan padam. Sirna. Sisanya hitam. Dingin.

Sempat kutanya Tuhan, lagi, aku ini sedang kenapa?

Menangis, merintih, dan sedih. Bahkan tawa tak lagi bisa dipaksa tuk tutupi luka.

 

Bukan raga katanya, tapi ada yang pelan-pelan rusak di dalam sini.

Sesuatu yang gusar, yang muak, terlalu sering dibungkam, dikubur dalam-dalam. 

 

Selalu kuharapkan, akan berbeda nanti, saat yang kulihat tetaplah sama seperti sedia kala. Tidak berganti, tertukar, tak pernah berubah. Sungguh-sungguh, telah kutendang jauh dari dalam sistemku. Tiada disangka, kausal ternyata—yang kan terus melakukan perubahan berangsur-angsur.

Sebagian reminisensi tak kan pernah tanggal dari tulang-tulang, umpama garam di laut; mereka menjadi bagian dari dirimu, yang kan kau bawa.

Nyatanya, aku adalah aku. Tetap dan masih sama. Aku yang ini, dan aku yang itu.

 

you can’t forget someone when

you’re still hoping for them to come back.

[will I ever stop hoping?]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar