Diskusi Biru

apa-apa untuk siapa saja, selalu dari sang Nona :)

8 November 2020

Hujan Kemarin Malam

 (Sekalipun perasaan yang kuat akan sirna jikalau terabai begitu saja.)

 

Terkadang, pertanyaan ini terulang di kepala saya: kenapa seseorang harus saling memberi sinyal ketika kedua-duanya malah tidak saling peka? Apa kita tidak bisa saling memberitau saja?

Tingkah laku yang dapat saya baca, tapi kepastiannya tak pernah saya terima.

 

Tuan, seseorang mengetuk pintu. Saya mengajaknya masuk dan suguhkan secangkir kopi panas, di ruang tamu kami mengobrol sebentar, sampai kemudian tiba-tiba hujan.

Seharusnya, bukan kopi panas. Harusnya hanya teh hangat. Supaya cepat ditenggak habis, tidak perlu ada percakapan lama di sela-sela hujan. Kita sedikit terlalu lama menatap bola mata satu sama lain yang berpendar hingga tersadar, “kita sedang apa?”.

Usai hujan, seakan saya terjebak dalam percakapan bermenit-menit lalu, padahal ia sudah beranjak pergi. Aroma petrichor tak lagi sama. Mungkin ia memang seharusnya ada di sini, jangan pergi setelah hujan.

Saya selalu tidak kemana-mana, tapi dikatanya saya sudah hilang. Padahal saya tetap di mana sedia kala, ia katakan saya tak dapat ditemukan.

Yang tak disadarinya adalah, tak pernah ia mencari, tak begitu ia pahami—seakan percakapan hujan kemarin hanyalah sebuah singgah di rumah yang entah; kebetulan ada tertangkap bola matanya kemudian lenyap ditelan setra.

 

Tuan, saya jadi tersadar kemudian, kenapa saya harus selalu ada untuk mereka yang sekadar ‘paruh waktu’ ada untuk saya?

p.s.: Dan kini, rasanya saya bahkan lupa bahwa kamu pernah ada.

Karena ia membuatmu merasa dijauhi?

Mungkin hanya karena kamu terlalu ‘perasa’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar