Tangan menggapai angkasa pada kehampaan
nelangsa. Senja yang dinanti tak kunjung tiba. ‘Sudahlah nona, berhenti
menunggu di situ, kamu harus berjalan lagi!’ Tiap netra yang saya temui berkata
begitu. Agar tak berujung pengorbanan yang menyakitkan. Saya yang berkorban?
Pada siapa? Waktu yang terus bergulir dekatkan pada lukisan cakrawala atau
malah waktu yang kerap menjauhkan? Saya kira tak ada yang sia-sia dibalik hari
berwarna penuh makna. Ingatkan saya lagi pada satu masa usai senja. Titik temu
itu seolah terasa sejengkal lebih dekat dengan kita. Saya pikir harus berwarna;
namun teriring derap langkah dan hembusan napasmu, adalah pendar cahaya pada
lentera minyak dalam gulita di tengah rawa. Terdengar seperti kita melangkah di
tengah jelaga menyusuri bibir pantai sambil sesekali berkejaran dengan ombak
kecil. Melirik pantulan cahaya rembulan dan satu bintang. Andai detik dapat
kita hentikan, untuk hanya kita hidup dalam detakan detik yang kita rasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar