… apa-apa.
Ingin sekali berkata begitu. Nyatanya, malah diawali dengan tidak.
Seingat saya, dengan baik-baik saja mereka adalah kerabat dekat. Atau tampaknya sedang tak akur? Entah.
Yang pernah saya dengar, hanya kalimat tanya seperti ini:
Would you like you if you met you?
Cenderung spontan mengangguk mantap, orang-orang, kemudian diam beberapa detik; “eh eh tunggu dulu deh..”, malah jadi ragu. Awalnya iya, akhirnya tidak. Kira-kira yang mana?
Bukan perihal hati yang dibolak-balik oleh Sang Maha. Tetapi seringkali ada bagian pada diri yang tak diceritakan, disimpan bukan untuk dunia luar, yang tak jarang membuat kalut dan lalai. Niatnya mengobati malah semakin lebar lukanya terbuka. Dan yang tau sesiapa? Kan cuma pemiliknya.
Eh, saya?
Apa saya akan menyukai diri saya jikalau bertemu saya?
Sama. Jawab diawal adalah iya, pastinya. Sekitar dua puluh persen barangkali, sisanya ya tebak sendiri. Tidak akan semudah itu menjabarkan apa-apa yang jadi alasan dibalik tidaknya. Ada kah yang menaruh perhatian? Peduli setan malah.
Apathy.
Pun berandai saja tak ada human error, empati tentu ada di tiap diri umat manusia sekarang. Simpati tanpa empati pun sama aja bohong sih …
“Kau tau tidak? Dia tak pernah bermaksud begitu.
Dia hanyalah seorang pejuang yang sendirian. Dalam perjalanan, dia mencintai; tapi tidak dengan dirinya sendiri, dia mengobati luka-luka, menemani yang sepi, menumbuhkan yang patah; tapi tidak dengan miliknya sendiri. Seperti cahaya yang menghampiri api.
Dia itu berpura-pura lupa saja siapa yang lebih butuh itu semua, karena yang di sana untuknya tak pernah satu pun ada.”
—katanya begitu, seolah mengisahkan bukan dirinya sendiri.
p.s. : sungguh, aku berusaha. Untuk hilangkan tidak sebelum baik-baik saja-ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar