(Memperingati “Hari Kesehatan Mental Sedunia” pada 10 Oktober 2020)
Akan saya tuangkan dalam tulisan kali
ini,
Suatu kisah kelam yang bermula semasa
SD, di bangku kelas 5. Tentang bagaimana keinginan terbesar saya pada saat itu
adalah untuk mati. Berawal dari beberapa pemikiran, yang disusul dengan melukai
diri sendiri dan percobaan bunuh diri. Nggak ada satu pun orang yang tau
tentang kondisi saya saat itu, dan saya pun peduli setan. Sampai akhirnya
seragam sekolah berganti warna ke putih abu-abu, dan saya merasa harus
bercerita tentang apa yang berusaha saya lalui selama itu ke seseorang.
Saya pikir dengan berbagi cerita
membuat segala halnya jadi lebih mudah. Tapi, saya ingat betul, setelahnya
mereka hanya tertawa. Mungkin karena saya menutup cerita dengan bagian dimana
saya pernah coba mengikat leher sendiri dengan handuk dan menariknya sekuat
tenaga. Mereka hanya tertawa.
Maksud saya … duh, apa mereka saat itu
benar-benar mendengarkan?
Saya marah, sama diri sendiri, dan
semua orang. Saya merasa terisolasi walau kenyataannya berada di antara
teman-teman setiap harinya. Rasa cemas yang seakan nggak pernah hilang, serta
keinginan untuk mati. Semua itu masih di tempat semula. Saat itu sangat
membingungkan. Kamu tau? It’s not that simple. Pikiran saya pun membuat saya menganalisa
segala sesuatu tentang suatu situasi yang kemudian berakhir dengan
terpikirkannya hal buruk.
Saya bertanya-tanya tentang mana
yang baik, dan kewalahan dengan bagian buruknya. Rasa sesak di dada,
terengah-engah, kepala yang amat sakit. Tau nggak? Hal itu jauh dari sekadar
kata sensitif. Konfrontasi dan situasi sosial yang negatif yang tanpa sadar
mereka berikan bisa jadi masalah besar bagi saya, dan mereka malah berkata “Ah,
sensi banget sih, gitu doang.”.
Ada banyak dan masih, tentang
stigma dan kesalahapahaman seputar kesehatan mental. Yang mengira depresi itu
hanya sebuah kesedihan atau kemurungan, which is not the same as having a
bad day. Beberapa ada yang bilang “ah, lo nggak tampak depresi tuh.”
langsung di depan batang hidung saya. Masalahnya: saya adalah sosok yang
menghabiskan banyak waktu di luar, jalan-jalan ke berbagai tempat. Saya pun
tertawa lebih lebar dari kebanyakan orang yang saya kenal. But the truth is,
hal-hal itu nggak bisa membatalkan depresi saya; sebatas menunjukkan betapa
depresi itu telah disalahartikan.
Karena stigma itu sendiri, seputar kesehatan mental, emosi semacam itu tidak selalu diakui orang-orang di sekitar. Alih-alih membantu, mereka malah menyuruh untuk 'mengatasinya' atau bahkan 'udah lah.. lupain aja', dan tertawa, Hah. Penyakit mental itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu 'atasi' atau 'lupain' gitu aja, maemunah, bahkan cuma diketawain. Berkaitan dengan kesehatan mental, nggak ada yang semudah itu.
Orang-orang, the society, mereka perlu punya pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan mental. Saya selalu mencoba untuk menyenangkan orang-orang dan menengahi pertengkaran pertemanan maupun di rumah, karena suasana dari mereka bisa mengubah kondisi mental saya secara drastis. Itu sebabnya saya usahakan agar semuanya tetap tenang. This thing can be so overwhelming, membuat saya mengasingkan diri dalam ketakutan. Terjebak dan sendirian, like no one would understand what I was going through.
And everybody always thought that I was fine :v
Padahal saya pernah nggak bisa bangun dari
ranjang selama hampir lebih dari seminggu karena tempat itu satu-satunya tempat
paling aman buat saya dan rasanya nggak akan ada hal buruk terjadi kalo saya tetap diam
di situ. Terkadang, kamu nggak tau apa yang sedang terjadi di balik pintu kamar
yang tertutup. But all I can say is … berada di sana lah untuk mereka,
dan bantu mereka menemukan seseorang lainnya, sebelum semuanya terlambat!
Yang saya bisa katakan hanya itu.
Berada lah di sana untuk satu sama lain. Karena walau hanya ada satu orang di
sana untuk diajak bicara kala kamu kesulitan, bisa teramat sangat membantu.
Owh, jangan khawatirkan saya sekarang.
Beberapa hal positif sangat berhasil membantu saya, untuk menjernihkan pikiran
dan berpemahaman lebih baik terhadap kesehatan mental diri sendiri. I’m
feeling better about myself now.
Sudah banyak hal yang saya coba
lakukan untuk menjadi lebih baik di tiap harinya. Saya bekerja keras untuk
menghilangkan pikiran yang mengatakan hal-hal mengerikan itu, seperti pikiran
untuk bunuh diri itu. Saya rasa penting untuk orang-orang melihat bahwa meski
saya belum menjadi lebih baik dari sebelumnya, setidaknya saya sudah mencoba.
Bukan sekadar leha-leha menunggu jadi lebih baik atau menyerah gitu aja.
Saya memutuskan untuk berbagi kisah
ini karena masih banyak mereka di luar sana, laki-laki, perempuan, yang sangat
butuh seseorang untuk menolongnya; yang bisa diajak bicara, dan mendengarkan
dengan baik.
Sebenarnya, saya nggak perlu melakukan
hal ini, maksudnya.. menceritakan hal ini, but I choose to. Dengan harapan akan bisa membantu diri saya
juga tentunya, untuk tetap sembuh, untuk selalu tumbuh; keluar dari rasa sakit,
dan pulih. Untuk menjadi utuh.
p.s.: Ingatkan lagi, bahwa nobody said it was easy :)
#MentalHealth #LoveYourself
#BeTrueToYou