Diskusi Biru

apa-apa untuk siapa saja, selalu dari sang Nona :)

1 Mei 2020

Berahi Taksa

;lalu ia menjelma Nona Senja.

   Bukan apa-apa. Hanya satu kisah yang berakhir terpaksa, untuk melanjutkan kisah lain yang tertumpuk sekian lama hampir dilupa. Mungkin segala sesuatu memang selalu ada sebabnya. Mungkin kisah baru harus saya paksa akhiri untuk menyelesaikan kisah lama yang belum ada maknanya. Mungkin semesta mau bicara seperti itu pada saya, dia hanya malu. Semesta hanya minta pada senja, hujan, dan rembulan untuk menyiratkan pesannya.
      Saya pikir, memang akan selalu ada kisah yang harus terdengar jelas. Namun kadang pengarangnya terlalu jauh tenggelam pada kedalaman luka-luka; berusaha mencari kekuatan sejatinya, kemudian kisah itu terlantar. Seakan nyaman disana, ia tak ingin kembali. Karena belum sempat berlabuh, sudah kandas. Belum sempat tumbuh, sudah layu. Begitu katanya. Mungkin, hal itu terjadi sebab sedari awal kita masih ragu dengan tokoh di prolognya. Aksara mengambang di atas, hingga pupus, dan berakhir tidak ada apa-apanya. Apa yang mesti ditulis untuk mengisi bagian epilognya jika sudah begitu?
      Semesta, saya percaya kamu mendengar bisikan hati kecil ini, selalu. Kisah yang kamu paksa akhiri, kamu lakukan untuk saya, iya kan? Kamu dengar percakapan yang tidak saya dengar. Kamu lihat siapa yang tidak bisa saya lihat–untuk saat ini. Bila suatu saat saya masih akan bertemu dengannya, semoga rotasi kami tidak lagi bersinggungan kisah. Saya harap, kami bisa saling menyamai langkah untuk memulai rotasi berdua. Pun berdua atau tidaknya, semesta pasti tau apa-apa dan kenapanya. Hanya perlu berlapang dada untuk terima saja.
Ya sudah lah, jangan sok-sokan jadi pengatur cerita begitu. Kamu bukan siapa-siapa di bandingkan semesta. Yang tau apa yang sudah tertulis untukmu ya bukan kamu, jangan sok tau begitu. Hidup memang harus dinikmati selagi muda begini, tapi ya jangan doyan sok-sokan begitu. Semesta punya caranya sendiri untuk menyadarkanmu, dan mengajari kamu jadi dewasa.
Duh, sudah pukul satu panas bolong begini. Pantas saya kelewat bicara sejak tadi. Tapi, memang begitu adanya kok. Saya sampaikan apa yang mungkin mengganjal dalam benak mereka; yang nggak tegaan, yang nggak enakan. Yang biasa memendam segalanya dan ujung-ujungnya menelan pahitnya sendirian.
Gapapa, terimakasih kembali.