Di hari
istimewa ini, ah tidak, tentu tak ada hari seistimewa itu—hanya saja saya
merasa senang ketika melirik kalender dan menemukan tanggal indah di bulan
kelahiran sang nona. Lalu, apa yang hendak saya katakan untuk hari ini?
Oh!
Di hari
ini, apa-apa yang biasa dikira terpesona tidak akan terjadi sama.
Jadi, mari
katakan apa yang tidak kita tampakkan!
Bahwa
selama ini, saya uhm … sembunyikan sesuatu dalam uh … kamu tau lah, di kepala
ini.
Sudah 9
tahun lamanya, dan mereka masih berkeliaran di sana. Tiada terderita rasanya,
segala hal yang ada. Tiap detik lebih buruk dari kapan terakhir bertahan.
Detik
pertama dalam kala, saya harap tidak akan lagi berjumpa. Saya butuh semuanya
berhenti di sini sekarang juga, namun nyatanya tak dapat hanya dengan menggores
luka di atas lapisan kulit yang mana lukamu sudah ada jauh di dalam sana.
Kamu pernah
jatuh, pasti? Walau saya tau tidak pasti, setidaknya jatuhmu akan bangkit
dengan sebuah uluran. Atau bahkan mungkin tidak. Seolah tanahnya begitu dalam,
hingga tanpa sadar kamu menggali liang lahatmu sendiri.
— Yang mana
lebih buruk dari menggenggam sebuah alasan.
Dalam 9
tahun sejak detik pertama, dan saya tetap seperti sedia kala. Mengapa bumi
tidak menangis saja lalu dipeluk matahari? Inginnya begitu, agar semua jadi
tidak baik-baik saja. Agar semua merasakan apa yang saya rasakan di tiap
hitungan detik yang saya lalui.
Mereka
seenaknya berkata bahwa ada hidup yang harus saya jalani, bukan yang kemarin,
tetapi esok. Tanpa perlu membawa apa-apa yang kemarin membuat luka. Namun tidak
bisakah kamu ciptakan lukamu sendiri? Seperti cobalah gores lengan itu; sembuh
nanti, tapi tetap di sana, melekat padamu.
Satu hal
yang mereka tau, saya tidak gemar mematut diri, dimanapun itu. Karena hal lain
yang tidak mereka ketahui, adalah apa yang tidak pernah ingin saya patut di sana.
Mengerikan.
Yang saya
butuh hanyalah waktu untuk segalanya terhenti.
Sialnya,
saya bahkan tak mengenal siapa diri ini separuh kala itu. Pernah suatu hari
saya tersesat bukan main, pernah juga tak kasat mata, bahkan menjadi bukan
apa-apa. Terlalu banyak yang salah dengan saya, itu masalahnya, bukan?
Seseorang
pernah hadir sekadar mengajarkanmu bahwa hidup tidak selalu tentang dirimu.
Seseorang juga pernah berkata bahwa segalanya dipersulit oleh dirimu sendiri
ketika hal itu sudah baik-baik saja.
Lihat, kan?
Terlalu banyak yang salah dengan dirimu, nona. Atau mungkin lebih tepatnya,
kamu hanya pandai untuk menjadi buruk, ya.
Jadi, yang
kita katakan adalah yang kita tidak benar rasakan, seringkali begitu, ya?
Saya benci
diri saya sendiri. Dikatakan tiap malam, dengan kesaksian pendar rembulan. Atau
ketika suatu kali mematut diri, lalu hantam apa yang dihadapan sampai
berkeping-keping jadinya; dilumuri darah.
Saya benci
untuk tidak mengatakannya, karena akan ada rentetan aksara sebab alasan
tercipta nantinya. Buat mereka seolah kenal siapa saya sesungguhnya, kemudian
saya semakin benci; menjadi bisa untuk mereka yang peduli.
— menjadi
diri saya sendiri.
Karena
apa-apa yang kamu ketahui tentang saya hanyalah beberapa kenapa yang saya
beritau sebab saya ingin. Tanpa karena, yang nanti jika dapatkan katanya kamu
akan terluka; yang mana sangat lebih buruk daripada miliki suatu karena.
dan yang harus terus kamu ingat, bahwa saya adalah saya
yang tidak
akan berubah
yang tidak
akan berhenti untuk sangat saya benci
Jadi, uhm …
sesuatu yang tidak tampak sudah saya utarakan. Sekian.
Juli, 23
Nona